Geronjal and smooth Translation Work (Section 1)

Penerjemahan atau alih-bahasa dari satu bahasa ke bahasa lain tak pelak lagi merupakan suatu proses penting dalam dunia komunikasi global dan hubungan bisnis internasional. Tanpa bantuan penterjemah (translator) atau juru bahasa (interpreter), maka informasi, negosiasi bisnis, dan jenis-jenis komunikasi lain dari dan dengan komunitas lain yang berbeda bahasa, tidak akan bisa didapatkan atau dijalankan.

Itulah sebabnya tersedia jasa penterjemah atau interpreter, dan ternyata bisnis jasa penerjemahan atau interpreting terbukti sangat diperlukan. Para penerbit membutuhkan penterjemah untuk buku-buku karya terjemahan mereka, dunia bisnis memerlukan bantuan penerjemahan dokumen, surat kontrak, MOU, annual report, company profile, CSR report dan sejeninya. Entitas-entitas lain seperti lembaga pemerintah, lembaga sosial dan lembaga-lembaga lain pasti juga memerlukan jasa penerjemahah karena mereka tak selalu memilik staff yang cukup cakap di bidang alihbahasa.

PENERJEMAH, PENTERJEMAH, INTERPRETER

Barangkali kita perlu bahas sedikit tentang beda kata ‘penerjemah’, ‘penterjemah’, dan ‘interpreter (interpreter)’. ‘Penerjemah’ sebenarnya sama dengan ‘penterjemah’ (lihat Kamus Lengkap Indonesia-Inggris, Ohio University Press, 2004 dan Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan-Balai Pustaka, 1996). Namun belakangan ini, terasa ada perbedaan antara dua kata tersebut. ‘Penerjemah’ artinya adalah ‘orang yang menerjemahkan’, sedangkan ‘penterjemah’ adalah orang yang pekerjaannya adalah menerjemahkan. Dalam bahasa Inggris, dua-duanya diterjemahkan sebagai translator. Penterjemah bekerja mengalihbahasakan naskah, dokumen, teks, cerita dan sebagainya secara tertulis.

 

Yang duduk di tengah adalah interpreter (Foto : encore-editions.com)

Interpreter adalah someone who changes spoken words from one language into another, especially as their job (orang yang mengubah kata-kata lisan dari satu bahasa ke bahasa lain, terutama sebagai pekerjaannya—Longman Dictionary of Contemporary English, 2004). Interpreter bekerja membantu proses komunikasi lisan dari satu individu/kelompok kepada individu/kelompok lain secara langsung. Interpreter mengalihbahasakan pidato, presentasi lisan, diskusi dan tanya jawab dalam konperensi dan sejenisnya. Pak Harto adalah presiden RI yang paling banyak mengandalkan jasa interpreter bila bertandang ke luar negeri atau menerima kunjungan tamu asing.

Untuk dua individu atau kelompok berbeda bahasa, bisa saja diperlukan lebih dari satu interpreter. Ini contohnya : Boss A asal Indonesia hendak bernegosiasi dengan Boss B asal Turki. Boss A dan Boss B sama-sama tak pintar berbahasa Inggris. Boss A punya interpreter (C) yang bisa berbahasa Inggris tapi tidak bisa berbahasa Turki. Boss B punya interpreter (D) yang berbahasa Inggris tapi tidak bisa berbahasa Indonesia. Maka, ketika perbincangan berlangsung, di antara Boss A dan Boss B, duduklah C dan D. C duduk di dekat Boss A, dan D duduk di dekat Boss B.

Contoh percakapan :

Boss A : Selamat datang di Jakarta. Apa kabar?

C kepada D : Welcome to Jakarta. How are you?

D kepada Boss B : Hoşgeldin Cakarta. Nasılsın?

Boss B : Teşekkür ederiz. Ben çok iyiyim. Seni çok iyi olacağını umuyorum.

D kepada C : Thank you. I am very well. I hope you are fine too.

C kepada Boss A : Terimakasih. Saya baik-baik saja. Saya harap Anda baik-baik juga.

 

PENERJEMAHAN LISAN BERGILIR DAN LANGSUNG

Proses interpreting dalam sebuah konperensi, rapat atau seminar adalah pekerjaan penerjemahan tersulit. Dalam dunia interpreting dikenal dua istilah, yakni consecutive interpreting (penerjemahan bergilir) and simultaneous interpreting (penerjemahan langsung). Dengan consecutive interpreting, pembicara akan menyampaikan satu atau dua kalimat dalam bahasanya, kemudian ia akan berhenti bicara dan memberi waktu bagi interpreter untuk menyampaikan terjemahannya kepada pendengar, demikian selanjutnya. Sang interpreter bisa berdiri di samping pembicara dan menyimak baik-baik. Proses ini akan makan waktu lama, karena setiap kali akan diperlukan dua kali waktu bicara (asli dan terjemahan).

Dengan simultaneous interpreting, waktu menjadi lebih cepat, karena si pembicara dan interpreter nyaris berbicara berbarengan. Agar suara mereka tidak saling tumpang tindih, perlu ada alat bantu audio. Pendengar yang tidak faham bahasa si pembicara bisa mendengarkan hasil terjemahan melalui headphone. Suara di headphone bersumber dari interpreter yang bekerja di bilik kendali (console room). Bila peserta seminar ingin mengajukan pertanyaan, peserta bisa memencet tombol mik dan bicara dalam bahasanya. Interpreter of console room mendengarkan lewat headphone dan menerjemahkan langsung ke dalam bahasa pembicara; sang pembicara mendengarkan suara interpreter melalui headphone.

Repotnya bila seminar atau konperensi digelar oleh dua bangsa yang sama-sama bukan penutur bahasa Inggris. Ini saya alami ketika menjadi interpreter untuk event konperensi antara Asosiasi Pelayaran Nasional Indonesia (ASPENI) dengan beberapa pihak mitra terkait dari Jepang, di Batam (2006) dan Jakarta (2005). Karena banyak pihak Jepang dan pihak Indonesia yang tidak bisa berbahasa Inggris, pihak ASPENI menunjuk saya sebagai interpreter Indonesia-Inggris-Indonesia (yang tidak bisa berbahasa Jepang), sementara pihak Jepang membawa dua interpreter perempuan sekaligus. Mereka hanya bisa bicara Jepang dan Inggris..

 

Artis Nicole Kidman sebagai Silvia Broom dalam film The Interpreter (2005). Foto : aceshowbiz.com

Of console room, saya berhadapan dengan perangkat audio, ada mik di depan mulut saya dan ada headphone melingkar di batok kepala saya. Dua cewek interpreter Jepang juga masing-masing punya perangkat serupa di bilik mereka sendiri. Ketika pihak Indonesia bicara dalam bahasa Indonesia, saya harus konsentrasi mendengar dan menerjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Hasil terjemahan saya ke dalam bahasa Inggris ini kemudian didengar melalui headphone oleh interpreter Jepang dan mereka kemudian menerjemahkan ke dalam bahasa Jepang untuk peserta Jepang. Kalau saya salah menerjemahkan ke dalam bahasa Inggris, maka interpreter Jepangpun akan salah menerjemahkan Inggris saya ke dalam Jepang. Peluang error sangat besar.

Ini berlaku sebaliknya, bila pembicara Jepang tampil dalam bahasa Jepang, maka saya mendengarkan hasil terjemahan dalam bahasa Inggris yang berasal dari interpreter Jepang dan menerjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia untuk didengar peserta Indonesia.

Oh ya, setiap peserta konperensi dilengkapi alat audio dengan tombol pilihan bahasa : 1 untuk bahasa Inggris, 2 untuk bahasa Indonesia, and 3 untuk Bahasa Jepang. Peserta bisa pilih sesuai keinginan. Di ruang-ruang konperensi Persatuan Bangsa Bangsa (PBB), tombol ini bisa puluhan jumlahnya, sesuai dengan bahasa peserta konperensi.

Tantangan terberat dalam interpreting adalah kurangnya totalitas pemahaman interpreter pada bahasa asal (misalnya bahasa Inggris) dan elemen-elemen budaya, sosial, politik dan sebagainya. Biasanya ini berkisar pada pengetahuan ragam phrasal verbs (example : take it out on, see off dll), idiomatic expressions (backseat driver, burn a candle on both ends, dll), dialek khusus (English, Australia, Amerika, Canada) dan jargon-jargon negeri setempat yang sangat mungkin tidak dikuasai oleh interpreter.

Kesulitan lain menyangkut penyebutan angka, contohnya: 234,769 cases in 2009 and 2010, which were 17.80 % higher than that of the previous year. Bisakah Anda mengulang kalimat ini secara spontan dalam bahasa Indonesia begitu mendengarnya?

Selain angka, singkatan (terutama dari pihak Indonesia), juga gampang membuat interpreter tersedak, example : ”Pihak Bakorsutanal telah mendapat perintah dari Pangarmatim untuk…..”. Tersedaklah sang interpreter bila tak faham kepanjangan Bakorsutanal (Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Laut), dan Pangarmatim (Panglima Armada Timur). Saya juga pernah malu sangat ketika menerjemahkan kata ’Diet’ yang ada pada isi pidato pihak Jepang. Saya mengira ’diet’ adalah makanan berpantang, ternyata ’Diet’ (D besar) yang dimaksud adalah ’parlemen rendah’ di pemerintahan Jepang. Betapa kacaunya kesalahan itu, not?

 

Itulah sebabnya, sebelum acara konperensi dimulai, interpreter harus rajin menemui para pembicara dan minta naskah tertulis bila ada (jangan mepet waktunya). Pelajari dulu naskah tersebut, dan cari kata-kata yang asing bagi kita, lalu cari tahu. Saya salut pada dua interpreter Jepang pada contoh saya di atas. Mereka mendatangi para pembicara dari Indonesia dan Jepang, minta kopian naskah pidato, kemudian datang pada saya juga untuk tanya kata-kata yang mereka tidak tahu. Yang ditanyakan saat itu : Bakorsurtanal, Pangarmatim, DPR, Pemda, Dishubdar, dan lain-lain yang mereka tak bisa temukan di kamus.

Selebihnya, proses interpreting langsung, secara psikologis dan psikis ternyata sangat melelahkan otak. Interpreter akan kehilangan konsentrasi dan kemampuan berpikir akurat dalam waktu lima belas menit karena harus mendengar bahasa asal, kemudian mengolah dalam otak untuk dialihkan ke bahasa sasaran, dan melisankan bahasa itu untuk pendengar. Otak jadi panas, bibir gemetaran dan sering terjadi salah interprestasi, salah susunan kata, tidak nyambung atau salah ucap.

Sampai titik ini saya jadi mengerti kenapa pihak Jepang dalam dua kali acara konperensi serupa (2005 and 2006) membawa dua interpreter sekaligus. Ternyata, ini karena agar mereka bisa bergantian setiap lima belas menit untuk mengistirahatkan otak dan meminimalisasi error, sementara saya bergulat terus dengan usaha mengejar akurasi mulai jam 9 sampai tiba waktu rehat siang.

Ah, pintarnya si Jepang!

Salam semangat!

(Bersambung ke Susah-Gampang Pekerjaan Penerjemahan Tertulis, yang antara lain akan membahas tentang Regular Translator dan Penterjemah Tersumpah)

Referensi Bahasa Turki : google translate
source

This entry was posted in Diary. Bookmark the permalink.